.jpg)
* Aisyah, Alumni Unhas Meninggal lalu Viral
Banyak orang ikut bersedih. Aisyah meninggal muda dalam semerbak wangi akhlaknya.
FAHRIL MUHAMMAD
Makassar
MATA Andi Bahar Jufri masih memerah. Dia baru saja melantunkan ayat suci Alquran bersama puluhan warga lainnya di kediamannya, Kompleks Perumahan Sikamaseang, Jalan Berua Raya, malam tadi. Melepas kepergian Andi Sitti Aisyah Irasusmita Baranti.
Bahar berusaha tegar. Putrinya itu telah menghadap Ilahi, sehari sebelumnya. Ajal memang mesti dinanti kapan dan di mana saja. Tua dan sakit bukanlah sebuah penanda untuk menemuinya. Aisyah sehat. Bahkan, semangatnya lagi menggebu-gebu.
Dia baru saja mendapat kabar manis dari Makassar. Almamaternya, Universitas Hasanuddin (Unhas) mengeluarkan surat keputusan untuk mengangkatnya menjadi asisten laboran.
"Saya menemaninya ke Makassar. Di mobil, kami berpuasa bersama," ungkap Bahar.
Keluarganya memang rutin berpuasa dalam sebulan. Selain Senin-Kamis, puasa 13, 14, dan 15 pun tak luput. Bahar bercerita, sebelum bertolak ke Makassar, perangai Aisyah memang sontak mengejutkan.
"Saya kira ada barangnya yang terjatuh. Ternyata dia mencari kaki ibunya, lalu dicium. Tak hanya itu, dia (Aisyah) meminta untuk ditemani ke rumah tantenya. Dicium juga kakinya," beber dia.
Di tengah hangatnya perbincangan, anak ketujuhnya, Andi Muhammad Ikhsan Mansyurin, tiba-tiba menyela. Dia pun sangat terpukul dan masih tak percaya kehilangan sang kakak.
"Kemarin (Kamis), masih sempatka na chat, ingat bangun salat Subuh," ujar Iccang, sapaan karibnya.
Dia pun mengungkapkan, Aisyah sempat meminta izin kepadanya sebelum membawa cucian ke penatu. Tanpa sebab musabab, Ikhsan tiba-tiba menawarkan diri untuk menyelesaikan tumpukan pakaian itu.
"Biasanya, dia yang sering cucikan bajuku. Saya memang pernahji cucikanki bajunya juga, tapi sedikitji. Baruka mau cucikanki, tapi tidak sempatmi ini," ungkapnya lirih.
Sebelum ke Makassar, Ikhsan masih bersenda gurau bersama Aisyah. Sembari membungkus beberapa gula merah sekaligus sukun. "Dia bilang, mau dibagi-bagi di kampus," imbuh siswa MAN 1 Watampone itu.
Bahar melanjutkan, gula merah itu memang diniatkan akan diberikan kepada guru besar. "Sama profesor dan dosen-dosen yang telah membimbingnya selama kuliah. Rencananya mau dibawa pagi," ujar dia.
Namun, apa daya, Aisyah tak sempat lagi berjabat dan menyodorkan gula itu ke tangan mereka. Ajal pada pukul 06.30 pagi, Kamis, 4 Januari itu lebih dahulu menjemputnya. Aisyah mengembuskan napas terakhir di kediamannya di Kompleks Perumahan Sikamaseang.
Sebelum pergi, Aisyah meminta ayahnya untuk menuntunnya agar lebih fasih lagi mengucap ayat Alquran. Sebelum jatuh ke pelukan ayah, perempuan kelahiran 1994 itu menutupnya dengan kalimat tauhid sebanyak tiga kali.
"Lailaha illallah... Lailaha illallah... Lailaha illallah. Saya kira Aisyah cuma pingsan. Tapi, urat nadinya tidak berdenyut lagi," kata Bahar getir.
Sungguh husnulkhatimah. Akhir tahun lalu, Aisyah mengikuti anjangsana Muda-mudi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDDI) keliling Sulsel.
Malam pergantian tahun, lulusan terbaik Fakultas Peternakan 2016 itu tak menyambutnya dengan mercon. Aisyah memilihnya dengan menjadi juri pada salah salah satu lomba hafiz di Kabupaten Bone.
Belakangan ini, Bahar memang mengaku selalu resah jika tidak menemani Aisyah ke mana-mana. Anak kelimanya itu malah menimpali tingkah yang dianggap aneh itu.
"Biasanya saya tidak pernah ji ditemani. Jadi, saya balas, biar mi, sempat tidak adama nanti, ada yang kau ingat-ingat. Aisyah membalasnya lagi, belum tentu pappi (panggilan anak-anaknya untuk Bahar)," dia menirukan percakapannya bersama Aisyah.
Dan, betul. Aisyah memang telah mendahuluinya. Barangkali, saat mencari telapak kaki ibunya, Aisyah sedang mencari surga. (*/rif-zuk)
Author : rika