IST
Artikel - 13 Desember 2017, 21:42:01
Menelusuri Jejak Kerajaan Tua di Pitu Ba'bana Binanga
oleh: Jasman Rantedoda
FAJARONLINE.CO.ID, MAMUJU -- Mammesa ada’mi tau mammesa nyaba manjulu sara manjulu rio di ballangang lattena ba’ba Taan. Mesa pa’disang nisiola-olai di ale samballa’na petahamana’. ("Bersatu dalam naungan Adat, menantang prahara, mengnggam bahagia, di atas hamparan hukum adat. Satu penyanggah kita bersama di atas tanah pembagi pusaka")
ADA diskusi yang tengah dihelat, pagi hingga petang ini, di Gedung Serba Guna Komples Pasar Kecamatan Tapalang, Kamis 7 Desember 2017 lalu. Diskusi tersebut bertajuk sejarah Kerajaan Tap(p)alang sebagai sebuah entitas masyarakat adat.
Tap(p)alang sebagai salah satu kerajaan tua di pesisir (Pitu Ba'bana Binanga) adalah sebuah kerajaan yang otonom dan tidak bisa diintervensi oleh kerajaan manapun.
Sebuah entitas budaya yang menjunjung rukun ada’ tuho Kondo Sapata, yakni "Mesa kada nipotuho pantang kada nipomate" sebagai pengejawantahan wasiat Londondehata dan Indonapuang Banua di Baitang Aralle.
Lalu kemudian ada' tuho bertaut dengan tradisi Islam yang menjadikannya semakin kuat.
Dalam pappassang kada neneq, diserukan “Mammesa adaqmi tau di lante samballa'na to Tap(p)alang, madondong duambengi anna' nadiang namarrusaq anggatantaq, pissaq da mungoa. (bersatulah dihamparan adat Tap(p)alang, jika dikemudian hari ada yang hendak merusak tatanan negeri kita, awas dan hati-hati").
Muasal Tappalang
Para penutur di Tap(p)alang bersepakat bahwa Tappalang (kini; Tapalang) merupakan singkatan dari kata Tampa’ Lalang yang berarti ujung perjalanan.
Bahasa tersebut berasal dari bahasa Tabulahan. Seluruh parrengge' ulu salu, indokada nene dan seluruh sesepuh Tappalang berpendapat bahwa leluhur orang Tampalang adalah Tambulibassi yang berasal dari Tabulahan, sehingga wajar jika muasal penamaan Tap(p)alang, diambil dari asal kata "Tampa' Lalang" yang berbahasa Tabulahan asli.
Menurut salah seorang penutur adat Tap(p)alang, Abdul Majid Gattung, awal mula Tappalang, sekitar abad XIX sampai XII SM. Sejarah Tappalang diawali dengan kehadiran Tambulibassi yang berangkat dari wilayah Kondosapata, tepatnya di
Tabulahang berangkat ke Tappalang bersama istri dan seorang putranya dengan tujuan mencari wilayah baru.
Tabulibassi menyusuri sebuah punggung bukit yang tidak putus dari Tabulahan ke ke Tap(p)alang. Penduduk Kecamatan Tapalang mengenalnya dengan sebutan "Tanete Tambottu".
Ketika tiba penghujung bukit, Tabulibassi kemudian menuruni kaki bukit dan menemukan satu hamparan tanah datar, ia lalu menancapkan tongkatnya, yang terbuat dari bambu kuning (Parring Bulahang) seraya berujar "Diannide Tampa'
Lalanta" (inilah ujung perjalanan kita). Dalam versi lain dikatakan “Laitanammi inde none di tampa’ Lalanta”. Konon dari ucapan Tambulubasi itulah yang menjadi dasar penamaan Tappalang, yang belakangan berdasarkan Perda Mamuju tahun 60-an menjadi satu kecamatan yang disebut Kecamatan Tapalang.
Dorong Pembangunan Rumah Adat Tappalang
Diskusi Sejarah Kerajaan Tapalang, itu dihadiri Ketua DPRD Mamuju, Siti Suraidah Suhardi, Asisten I Pemkab Mamuju, Artis Efendi, pemerintah Kecamatan, Polsek Tapalang dan seluruh perangkat adat Tappalang.
Pada prinsipnya diskusi ini hendak meneguhkan budaya Tap(p)alang sebagai identitas budaya dan kebudayaan atau dalam skala luas disebut peradaban. Karena itu dianggap mampu membentuk pola-pola kohesi, meski tak dipungkiri juga bisa menimbulkan desintegrasi bahkan konflik, jika tak dikelolah dengan baik.
Olehnya, sebagai simbol pemersatu, panitia mendorong pembangunan rumah adat Tappalang, sebagai penanda keberadaan kerajaan Tappalang di masa lalu dan tempat "molimbo" (berembuk) bagi para perangkat adat Tappalang, membahas sesuatu hal.
"Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Mudah-mudahan keinginan masyarakat Tapalang untuk memiliki rumah adat, bisa secepatnya terealisasi," kata Suraidah, ketika menyampaikan sambutan.
Sementara Asisten I, Artis Efendi, meminta agar panitia pelaksana membuat rekomendasi dari hasil seminar itu untuk disampaikan kepada Pemkab Mamuju, agar kedepan bisa menjadi salah satu pertimbangan merumuskan pembangunan daerah di bidang kebudayaan. "Silahkan disusun rekomendasinya dan tembuskan kepada pak bupati," pintanya.
Ketua Panitia, Jasman Rantedoda, mengulas bahwa ada beberapa hal yang akan didorong melalui rekomendasi, di antaranya pembentukan tim peneliti untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Kerajaan Tappalang.
Kemudian penulisan buku sejarah Kerajaan Tappalang, menyusul pembangunan Rumah Adat Tappalang dan terakhir penetapan dan pelantikan kembali Mara'dia Tappalang. "Ini pekerjaan panjang sesungguhnya. Tetapi tidak apa-apa, toh ini juga bagian dari menggali kekayaan budaya nusantara, sebagai potensi besar yang dimiliki Indonesia," tandasnya. (**)
Author : Muhammad Nursam